Polemik istilah Islam Nusantara muncul saat Presiden Joko Widodo memberi penyataan soal kontroversi tilawah langgam Jawa. Jagad media sosial pun ramai akhir bulan lalu dengan istilah Islam Nusantara. Banyak yang mengatakan, muncul nama Islam Nusantara untuk menghapus istilah Islam Arab.
Lalu bagaimana pandangan Imam Besar Majid Istiqlal, Ali Mustafa Yaqub. Kepada merdeka.com, Kiai Ali menjelaskan pandangannya sebagai salah satu ulama di Indonesia. Dia mengatakan jika sejatinya, istilah Islam Arab dan Islam Nusantara itu tidak ada.
"Tidak ada Islam Arab, tidak ada Islam Nusantara," katanya saat berbincang dengan merdeka.com di Kantor Bank Bukopin Syariah, Jalan Melawai Raya, Blok M, Jakarta Selatan, kemarin.
Namun dia menegaskan jika agama dan budaya tidak bisa dipisahkan. "Budaya Indonesia tidak perlu kita lawan sepanjang itu tidak bertentangan dengan Islam," ujarnya.
Berikut ini kutipan penuturan Ali Mustafa Yaqub soal Islam Nusantara kepada Arbi Sumandoyo di sela waktu sibuknya.
Apa pandangan anda soal Islam Nusantara?
Kalau seperti apa, saya tidak tahu persis. Saya bukan yang melontarkan ide itu ya. Tapi begini, Islam itu adalah agama, lalu Nusantara adalah budaya. Budaya atau geografi, jadi kalau yang dimaksud Islam Nusantara itu adalah Islam yang diwarnai dengan corak budaya nusantara, seperti saya ini pakai peci, kan nusantara. Kalau seperti itu saya mendukung sekali. Tapi kalau itu bersumber dari ajaran-ajaran yang berkembang di nusantara, itu saya tolak.
Ajaran yang berkembang di nusantara sebelum Islam apa? Kan klenik dan sebagainya, tahayul itu mau dijadikan, saya menentang keras. Tapi kalau yang dimaksud adalah Islam yang diwarnai dengan corak budaya nusantara itu engak ada masalah.
Cuma saya melihat kenapa ada ide seperti itu, orang seperti itu sebab belakangan berkembang dari segala apa yang dari Arab, bahkan yang dari nabi itu bakal dijadikan agama. Artinya apa yang berasal dari nabi mesti diikuti. Padahal yang dari nabi ada dua macam. Yang agama dan budaya. Nabi sendiri mengatakan begini, "kalau aku memerintahkan kepada kamu dan itu merupakan agama, maka kamu wajib mengikuti. Tapi kalau yang saya perintahkan itu adalah pendapat saya, maka saya adalah manusia biasa."
Nah apa yang datang dari nabi itu ada tiga hal. Pertama aqidah, ibadah, ada yang bidangnya muamalah. Nah ini masuknya budaya. Kalau bidang agama, aqidah dan ibadah harus kita ambil. Gamis yang dikalungkan. Itu adalah budaya orang Arab pada masa nabi seperti itu. Apa yang pakai sorban itu bukan cuma Rasullullah, abu jahal juga pakai sorban. Nabi sendiri mengatakan perbedaan sorban kami dengan sorban orang-orang musryikin adalah memakai peci kemudian memakai sorban.
Cuma kalau orang Islam kalau pakai peci dulu kemudian pakai sorban, sorbannya akan lebih srot. Karena dipakai untuk ruku dan sujud. Pada musyrikin itu kan enggak ada srot-srotan, yang penting ada ubel-ubel begitu. Jadi itu kata para ulama bukan agama, itu budaya. Nah artinya apa, budaya orang arab tidak harus kita ambil. Kalau itu baik ya tidak apa-apa. Kalau sorban saja. Tapi jangan mengatakan kalau tidak memakai sorban tidak mengikuti nabi. Itu akan saya lawan duluan dan itu bertentangan dengan ajaran nabi sendiri.
Memang Al-quran mengatakan apa yang berasal dari nabi ambil, apa yang dilarang tinggalkan. Itukan sifatnya umum. Nah sekarang banyak orang menginginkan apa yang dilakukan nabi itu harus kita lakukan. Seperti pakai sorban, itu silakan. Tapi jangan ambil sorbannya saja, nabi tidak pernah makan nasi. Kamu jangan makan nasi. Itukan budaya. Pakaian misalnya, Islam itu tidak pernah membatasi tentang bentuk pakaian. Pakaian itu secara kriteria P4, pertama tutup aurat, tidak transfaran, tidak menyerupai lawan jenis.
Kemudian ditambah lagi adabnya misalnya, bukan pakaian zuhroh, pakaian popularitas. Berarti pakaian berbeda dari apa yang digunakan orang-orang di sekitar kita. Kemudian bahannya yang tidak diharamkan, sutra bagi laki-laki misalnya. Kalau itu terpenuhi semuanya, mau model apa silakan. Orang Amerika pakai dasi silakan, siapa mau larang. Orang China mau pakai baju China silakan.
Sekarang kalau orang Indonesia pakai sarung, pakai peci, itukan nusantara. Nah kalau itu yang dimaksud saya dukung betul.
Bagaimana cara memposisikan Islam di tengah budaya Indonesia ini?
Budaya Indonesia tidak perlu kita lawan sepanjang itu tidak bertentangan dengan Islam. Tapi kalau budaya nusantara itu berjudi ya jangan.
Contoh konkretnya?
Anda pakai baju ini budaya enggak? Yang pakai peci ini budaya enggak, berlawan dengan Islam? Orang-orang pakai baju batik budaya mana itu, sarung budaya mana itu, kan bisa menjadi budaya nusantara, ya kan? Dan itu tidak bertentangan dengan Islam. Tapi kalau budayanya itu harus pakai koteka, itu tidak boleh. Jadi jangan terlalu kaku lah. Tapi ada sekarang ini yang ingin mengamankan budaya, nah itu yang saya tidak sependapat. Budaya Arab itu wajib kita kerjakan sama seperti agama, itu tidak benar seperti itu.
Bagaimana Islam melihat tahlilan dalam tradisi nusantara, misalnya peringatan tujuh hari atau empat puluh hari kematian?
Tahlilan itu, jangankan tahlilan, sembahyang aja budaya dengan agama. Ritualnya kan agama, ibadah. Tapi pakai bajunya gimana, kan budaya, itukan menyatu, makanya tidak bisa mau memisahkan ibadah tidak bersinggungan dengan budaya tidak mungkin. Apa kita mau sembahyang telanjang, coba bagaimana. Kalau kita pakai jas itukan budaya barat. Berartikan ada agama bersinggungan dengan budaya.
Tapi banyak yang mengatakan jika tahlilan seperti itu tidak dilakukan oleh nabi?
Tidak semua yang tidak dilakukan oleh nabi itu tidak boleh dilakukan. Rasulullah tidak pernah haji dua kali, Rasulullah tidak pernah umroh pada bulan Ramadhan. Kenapa orang lakukan itu. Tahlilan itu budayanya apa? Kumpul-kumpulnya itu budaya, tapi bacaan Al-quran itu bukan budaya, tapi ibadah. Baca salawat itu ibadah. Baca tahlil, tasbih itu semuanya ibadah. Kumpul-kumpulnya itu budaya. Sulit beribadah tanpa mencampuri budaya.
Lalu bagaimana dengan Maulid Nabi?
Maulid Nabi itu budaya. Tapi membaca Alqurannya ibadah, baca shalawatnya ibadah. Menyantuni anak yatimnya ibadah, berdoanya ibadah, ceramahnya ibadah. Tapi itu dikemas dalam bentuk budaya. Coba sekarang anda sembahyang tanpa budaya sama sekali. Coba bayangkan sembahyangnya bagaimana? Apa telanjang?
Kita pakai sarung, pakai peci itu budaya kita. Islam kan tidak menentukan sarung. Kan tutup aurat, lalu kalau pakai daun pisang boleh?
Bagaimana menurut anda cara Islam masuk ke Indonesia dan perkambangannya sekarang?
Islam melalui perdagangan hanya penyebarannya saja, tidak ada masalah itu. Mau perdagangan, yang jelas begini, yang saya ketahui kalau dibanding penyebaran Islam di seputaran Arab ini, Islam masuk di Indonesia tanpa ada peperangan sama sekali. Jadi masuknya itu dengan jalan damai. Tapi harus diketahui pada saat itu ada dua imperium, Romawi dan Spartly, yang dalam situasi perang terus. Ketika menyebarkan Islam pun dalam faktor perang juga dan di Indonesia itu tidak ada. Itu yang saya ketahui begitu. Jadi dalam penyebaran Islam di Indonesia tidak ada perang.
Dan itu yang menjadikan Islam Indonesia lebih dikenal dengan budayanya?
Yah betul. Jadi begini juga. Yang kedua, ada upaya gerakan untuk menjadikan budaya Arab itu sebuah agama. Itu sebuah kewajiban, apa yang datang dari nabi tanpa dipilah-pilah harus diikuti termasuk pakainnya harus diikuti, makannya harus begini. Dan makan pun itu antara Agama dan budaya. Kalau kita makan dengan tangan kanan, diawali Bismillah dan diakhiri dengan hamdalah, itukan agama. Bahkan saya tidak tahu budaya itu masuk wilayah hewan misalnya? Ada memang hewan berbudaya?
Untuk membedakan agama dengan budaya, perbedaannya begini. Kalau perbuatan itu dilakukan oleh umat Islam saja, tandanya itu apa. Kalau perbuatan itu dilakukan oleh orang Islam dan non Islam, itu budaya. Contohnya begini, pakai baju itu budaya, non muslim juga memakai baju. Tapi memakai baju dengan kriteria yang saya sebutkan tadi, itu hanya diperuntukan untuk orang Islam. Makan pun budaya, yang dilakukan oleh orang non muslim dan muslim. Tapi ketika makan dengan tangan kanan diawali dengan bismilah dan diakhiri dengan hamdalah itu adalah agama.
Jadi harus bedakan mana budaya, mana agama. Yang datang dari nabi itu merupakan agama, kata Rasulullah wajib menaati. Tapi yang bukan merupakan agama, pendapat Rasulullah sendiri tidak harus dianjurkan. Sekarang kan anda tahu, sampai pengobatan Arab saja mau dijadikan agama. Kemudian bekam begitu, saya itu pernah mencoba untuk bekam. Apa ilmu yang saya dapat, saya tanya tukangnya itu "ini alat-alat bekamnya beli dimana? Ini buatan china,". Pengobatan nabi, ini buatan China. Berarti orang China punya budaya berbekam itu. Mungkin bekam itu bukan agama, tapi budaya.
Sekarang sedang ramai orang pakai batu cincin. Nabi pakai cincin, orang yang non muslim juga pakai cincin. Apakah orang yang pakai cincin itu merupakan pengikut Rasulullah? Itu budaya, karena orang non muslim juga pakai. Makanya yang budaya itu, anda mau pakai silakan tidak pakai juga silakan. Tapi dengan catatan, kalau anda mengambil budaya Arab atau budaya Nabi, apakah bercincin atau sorbanan, jangan mengatakan orang yang tidak memakai cincin, bukan pengikut nabi. Itu nanti yang akan saya lawan.
Dan sekarang itu terjadi?
Terjadi.
Banyak yang tidak dilakukan oleh nabi lalu dilakukan dan berujung pada pengkafiran?
Nah itu yang saya tidak setuju. Saya dulu pernah, 20 tahun yang lalu di kawasan Tomang ada pengajian, penghuninya anak dan bapak pakai sorban, pakai jubah. Anak kecilnya itu umurnya mungkin 8 tahun. Sorbannya itu sampai tengkleng. Namanya anak lucu kalau dipakaikan itu. Lalu bapaknya ngomong apa? "Iya mulai menjalankan sunnah nabi itu harus sejak kecil". Jadi dia mengatakan pakai sorban itu sunnahnya nabi. Kata para ulama, sorban itu bukan ibadah tapi tradisi. Nah kita kadang tidak membedakan mana yang agama dan budaya. Sehingga kita akan mengagamakan budaya. Nah yang perlu dipertimbangkan bagus mungkin membudayakan agama.
Yang dimaksud membudayakan agama ini adalah membiasakan mengamalkan sebuah rutinitas ajaran agama. Itu yang menjadikan membudayakan agama, itu bagus. Tapi kalau mengagamakan budaya, budaya itu setiap bangsa itu berbeda, setiap daerah berbeda. Islam itukan universal. Silakan saja.
Artinya Islam itu bukan Islam Arab atau Islam Nusantara?
Tidak ada Islam Arab, tidak ada Islam Nusantara. Makanya saya katakan sebenarnya tidak usah bikin-bikin istilah Islam Nusantara. Islam ini cukup sumbernya Al-quran. Tapi tadi Islam yang diwarnai budaya nusantara, tidak apa-apa. Sekarang begini, misalnya lebaran. Lebaran itu agama atau budaya? Sembahyangnya agama, ketupatnya budaya. Ketupatnya saja hanya sebagian daerah kok. Ada yang pakai lepet. Itu simbol-simbol budaya.
Ketupat itu rapet, lepet itu erat, itu simbol-simbol hari raya. Yang menurut saya tidak benar adalah yang itu tadi, semua yang bersumber dari nabi itu agama. Pakai sorban, nanti pakai cincin, dan sebagainya dan itu yang akan merusak Islam itu sendiri.
Lalu bagaimana pandangan Imam Besar Majid Istiqlal, Ali Mustafa Yaqub. Kepada merdeka.com, Kiai Ali menjelaskan pandangannya sebagai salah satu ulama di Indonesia. Dia mengatakan jika sejatinya, istilah Islam Arab dan Islam Nusantara itu tidak ada.
"Tidak ada Islam Arab, tidak ada Islam Nusantara," katanya saat berbincang dengan merdeka.com di Kantor Bank Bukopin Syariah, Jalan Melawai Raya, Blok M, Jakarta Selatan, kemarin.
Namun dia menegaskan jika agama dan budaya tidak bisa dipisahkan. "Budaya Indonesia tidak perlu kita lawan sepanjang itu tidak bertentangan dengan Islam," ujarnya.
Berikut ini kutipan penuturan Ali Mustafa Yaqub soal Islam Nusantara kepada Arbi Sumandoyo di sela waktu sibuknya.
Apa pandangan anda soal Islam Nusantara?
Kalau seperti apa, saya tidak tahu persis. Saya bukan yang melontarkan ide itu ya. Tapi begini, Islam itu adalah agama, lalu Nusantara adalah budaya. Budaya atau geografi, jadi kalau yang dimaksud Islam Nusantara itu adalah Islam yang diwarnai dengan corak budaya nusantara, seperti saya ini pakai peci, kan nusantara. Kalau seperti itu saya mendukung sekali. Tapi kalau itu bersumber dari ajaran-ajaran yang berkembang di nusantara, itu saya tolak.
Ajaran yang berkembang di nusantara sebelum Islam apa? Kan klenik dan sebagainya, tahayul itu mau dijadikan, saya menentang keras. Tapi kalau yang dimaksud adalah Islam yang diwarnai dengan corak budaya nusantara itu engak ada masalah.
Cuma saya melihat kenapa ada ide seperti itu, orang seperti itu sebab belakangan berkembang dari segala apa yang dari Arab, bahkan yang dari nabi itu bakal dijadikan agama. Artinya apa yang berasal dari nabi mesti diikuti. Padahal yang dari nabi ada dua macam. Yang agama dan budaya. Nabi sendiri mengatakan begini, "kalau aku memerintahkan kepada kamu dan itu merupakan agama, maka kamu wajib mengikuti. Tapi kalau yang saya perintahkan itu adalah pendapat saya, maka saya adalah manusia biasa."
Nah apa yang datang dari nabi itu ada tiga hal. Pertama aqidah, ibadah, ada yang bidangnya muamalah. Nah ini masuknya budaya. Kalau bidang agama, aqidah dan ibadah harus kita ambil. Gamis yang dikalungkan. Itu adalah budaya orang Arab pada masa nabi seperti itu. Apa yang pakai sorban itu bukan cuma Rasullullah, abu jahal juga pakai sorban. Nabi sendiri mengatakan perbedaan sorban kami dengan sorban orang-orang musryikin adalah memakai peci kemudian memakai sorban.
Cuma kalau orang Islam kalau pakai peci dulu kemudian pakai sorban, sorbannya akan lebih srot. Karena dipakai untuk ruku dan sujud. Pada musyrikin itu kan enggak ada srot-srotan, yang penting ada ubel-ubel begitu. Jadi itu kata para ulama bukan agama, itu budaya. Nah artinya apa, budaya orang arab tidak harus kita ambil. Kalau itu baik ya tidak apa-apa. Kalau sorban saja. Tapi jangan mengatakan kalau tidak memakai sorban tidak mengikuti nabi. Itu akan saya lawan duluan dan itu bertentangan dengan ajaran nabi sendiri.
Memang Al-quran mengatakan apa yang berasal dari nabi ambil, apa yang dilarang tinggalkan. Itukan sifatnya umum. Nah sekarang banyak orang menginginkan apa yang dilakukan nabi itu harus kita lakukan. Seperti pakai sorban, itu silakan. Tapi jangan ambil sorbannya saja, nabi tidak pernah makan nasi. Kamu jangan makan nasi. Itukan budaya. Pakaian misalnya, Islam itu tidak pernah membatasi tentang bentuk pakaian. Pakaian itu secara kriteria P4, pertama tutup aurat, tidak transfaran, tidak menyerupai lawan jenis.
Kemudian ditambah lagi adabnya misalnya, bukan pakaian zuhroh, pakaian popularitas. Berarti pakaian berbeda dari apa yang digunakan orang-orang di sekitar kita. Kemudian bahannya yang tidak diharamkan, sutra bagi laki-laki misalnya. Kalau itu terpenuhi semuanya, mau model apa silakan. Orang Amerika pakai dasi silakan, siapa mau larang. Orang China mau pakai baju China silakan.
Sekarang kalau orang Indonesia pakai sarung, pakai peci, itukan nusantara. Nah kalau itu yang dimaksud saya dukung betul.
Bagaimana cara memposisikan Islam di tengah budaya Indonesia ini?
Budaya Indonesia tidak perlu kita lawan sepanjang itu tidak bertentangan dengan Islam. Tapi kalau budaya nusantara itu berjudi ya jangan.
Contoh konkretnya?
Anda pakai baju ini budaya enggak? Yang pakai peci ini budaya enggak, berlawan dengan Islam? Orang-orang pakai baju batik budaya mana itu, sarung budaya mana itu, kan bisa menjadi budaya nusantara, ya kan? Dan itu tidak bertentangan dengan Islam. Tapi kalau budayanya itu harus pakai koteka, itu tidak boleh. Jadi jangan terlalu kaku lah. Tapi ada sekarang ini yang ingin mengamankan budaya, nah itu yang saya tidak sependapat. Budaya Arab itu wajib kita kerjakan sama seperti agama, itu tidak benar seperti itu.
Bagaimana Islam melihat tahlilan dalam tradisi nusantara, misalnya peringatan tujuh hari atau empat puluh hari kematian?
Tahlilan itu, jangankan tahlilan, sembahyang aja budaya dengan agama. Ritualnya kan agama, ibadah. Tapi pakai bajunya gimana, kan budaya, itukan menyatu, makanya tidak bisa mau memisahkan ibadah tidak bersinggungan dengan budaya tidak mungkin. Apa kita mau sembahyang telanjang, coba bagaimana. Kalau kita pakai jas itukan budaya barat. Berartikan ada agama bersinggungan dengan budaya.
Tapi banyak yang mengatakan jika tahlilan seperti itu tidak dilakukan oleh nabi?
Tidak semua yang tidak dilakukan oleh nabi itu tidak boleh dilakukan. Rasulullah tidak pernah haji dua kali, Rasulullah tidak pernah umroh pada bulan Ramadhan. Kenapa orang lakukan itu. Tahlilan itu budayanya apa? Kumpul-kumpulnya itu budaya, tapi bacaan Al-quran itu bukan budaya, tapi ibadah. Baca salawat itu ibadah. Baca tahlil, tasbih itu semuanya ibadah. Kumpul-kumpulnya itu budaya. Sulit beribadah tanpa mencampuri budaya.
Lalu bagaimana dengan Maulid Nabi?
Maulid Nabi itu budaya. Tapi membaca Alqurannya ibadah, baca shalawatnya ibadah. Menyantuni anak yatimnya ibadah, berdoanya ibadah, ceramahnya ibadah. Tapi itu dikemas dalam bentuk budaya. Coba sekarang anda sembahyang tanpa budaya sama sekali. Coba bayangkan sembahyangnya bagaimana? Apa telanjang?
Kita pakai sarung, pakai peci itu budaya kita. Islam kan tidak menentukan sarung. Kan tutup aurat, lalu kalau pakai daun pisang boleh?
Bagaimana menurut anda cara Islam masuk ke Indonesia dan perkambangannya sekarang?
Islam melalui perdagangan hanya penyebarannya saja, tidak ada masalah itu. Mau perdagangan, yang jelas begini, yang saya ketahui kalau dibanding penyebaran Islam di seputaran Arab ini, Islam masuk di Indonesia tanpa ada peperangan sama sekali. Jadi masuknya itu dengan jalan damai. Tapi harus diketahui pada saat itu ada dua imperium, Romawi dan Spartly, yang dalam situasi perang terus. Ketika menyebarkan Islam pun dalam faktor perang juga dan di Indonesia itu tidak ada. Itu yang saya ketahui begitu. Jadi dalam penyebaran Islam di Indonesia tidak ada perang.
Dan itu yang menjadikan Islam Indonesia lebih dikenal dengan budayanya?
Yah betul. Jadi begini juga. Yang kedua, ada upaya gerakan untuk menjadikan budaya Arab itu sebuah agama. Itu sebuah kewajiban, apa yang datang dari nabi tanpa dipilah-pilah harus diikuti termasuk pakainnya harus diikuti, makannya harus begini. Dan makan pun itu antara Agama dan budaya. Kalau kita makan dengan tangan kanan, diawali Bismillah dan diakhiri dengan hamdalah, itukan agama. Bahkan saya tidak tahu budaya itu masuk wilayah hewan misalnya? Ada memang hewan berbudaya?
Untuk membedakan agama dengan budaya, perbedaannya begini. Kalau perbuatan itu dilakukan oleh umat Islam saja, tandanya itu apa. Kalau perbuatan itu dilakukan oleh orang Islam dan non Islam, itu budaya. Contohnya begini, pakai baju itu budaya, non muslim juga memakai baju. Tapi memakai baju dengan kriteria yang saya sebutkan tadi, itu hanya diperuntukan untuk orang Islam. Makan pun budaya, yang dilakukan oleh orang non muslim dan muslim. Tapi ketika makan dengan tangan kanan diawali dengan bismilah dan diakhiri dengan hamdalah itu adalah agama.
Jadi harus bedakan mana budaya, mana agama. Yang datang dari nabi itu merupakan agama, kata Rasulullah wajib menaati. Tapi yang bukan merupakan agama, pendapat Rasulullah sendiri tidak harus dianjurkan. Sekarang kan anda tahu, sampai pengobatan Arab saja mau dijadikan agama. Kemudian bekam begitu, saya itu pernah mencoba untuk bekam. Apa ilmu yang saya dapat, saya tanya tukangnya itu "ini alat-alat bekamnya beli dimana? Ini buatan china,". Pengobatan nabi, ini buatan China. Berarti orang China punya budaya berbekam itu. Mungkin bekam itu bukan agama, tapi budaya.
Sekarang sedang ramai orang pakai batu cincin. Nabi pakai cincin, orang yang non muslim juga pakai cincin. Apakah orang yang pakai cincin itu merupakan pengikut Rasulullah? Itu budaya, karena orang non muslim juga pakai. Makanya yang budaya itu, anda mau pakai silakan tidak pakai juga silakan. Tapi dengan catatan, kalau anda mengambil budaya Arab atau budaya Nabi, apakah bercincin atau sorbanan, jangan mengatakan orang yang tidak memakai cincin, bukan pengikut nabi. Itu nanti yang akan saya lawan.
Dan sekarang itu terjadi?
Terjadi.
Banyak yang tidak dilakukan oleh nabi lalu dilakukan dan berujung pada pengkafiran?
Nah itu yang saya tidak setuju. Saya dulu pernah, 20 tahun yang lalu di kawasan Tomang ada pengajian, penghuninya anak dan bapak pakai sorban, pakai jubah. Anak kecilnya itu umurnya mungkin 8 tahun. Sorbannya itu sampai tengkleng. Namanya anak lucu kalau dipakaikan itu. Lalu bapaknya ngomong apa? "Iya mulai menjalankan sunnah nabi itu harus sejak kecil". Jadi dia mengatakan pakai sorban itu sunnahnya nabi. Kata para ulama, sorban itu bukan ibadah tapi tradisi. Nah kita kadang tidak membedakan mana yang agama dan budaya. Sehingga kita akan mengagamakan budaya. Nah yang perlu dipertimbangkan bagus mungkin membudayakan agama.
Yang dimaksud membudayakan agama ini adalah membiasakan mengamalkan sebuah rutinitas ajaran agama. Itu yang menjadikan membudayakan agama, itu bagus. Tapi kalau mengagamakan budaya, budaya itu setiap bangsa itu berbeda, setiap daerah berbeda. Islam itukan universal. Silakan saja.
Artinya Islam itu bukan Islam Arab atau Islam Nusantara?
Tidak ada Islam Arab, tidak ada Islam Nusantara. Makanya saya katakan sebenarnya tidak usah bikin-bikin istilah Islam Nusantara. Islam ini cukup sumbernya Al-quran. Tapi tadi Islam yang diwarnai budaya nusantara, tidak apa-apa. Sekarang begini, misalnya lebaran. Lebaran itu agama atau budaya? Sembahyangnya agama, ketupatnya budaya. Ketupatnya saja hanya sebagian daerah kok. Ada yang pakai lepet. Itu simbol-simbol budaya.
Ketupat itu rapet, lepet itu erat, itu simbol-simbol hari raya. Yang menurut saya tidak benar adalah yang itu tadi, semua yang bersumber dari nabi itu agama. Pakai sorban, nanti pakai cincin, dan sebagainya dan itu yang akan merusak Islam itu sendiri.
0 Response to "Imam Besar Majid Istiqlal: Tidak ada Islam Arab dan Islam Nusantara"
Posting Komentar